Sabtu, 26 Maret 2011

Bab 1 Chapter 4

“Ayah, hari ini aku mendapati teman yang menarik sekali.!” Kata Akane saat makan malam telah usai.
            “Baguslah. Siapa dia? Kenapa kau tertarik padanya?” balas Jun sambil mengiris kulit apel.
            “Hm... dia itu teman sebelahku. Ia bahkan belum bertanya siapa namaku. Bahkan terlihat sama sekali tak peduli.”
            “Benarkah? Apa dia bersikap baik padamu?” Jun memalingkan kepalanya dari apel yang ia iris.
            “Tidak, tidak kok. Ia diam saja selama pelajaran. Saat istirahat, ia memilih istirahat di kelas dan tetap duduk di bangkunya. Ia tampak tenang tapi aku tahu ia seperti sedang memikirkan sesuatu.”
            “Kenapa kau bisa tahu? Katamu ia bahkan tak mengajakmu bicara.”
            “Bukannya begitu. Meskipun sikapnya acuh, tapi wajahnya itu sangat-sangat.....” kata Akane mencoba menjelaskan.
            “Sangat apa? Tampan? Cantik?” kata Jun sambil memakan apelnya.
            “Bukan wajahnya sama sekali tak bisa ku gambarkan. Tapi seperti wajah orang gelisah dan banyak pikiran tapi ia juga terlihat tenang.”
            “Ternyata kau sudah belajar membaca wajah orang ya? Meski itu gagal.” Jun menggoda Akane. Akane cemberut melihat ayahnya yang meremehkannya.
            “Ah, Ayah... Aku serius!” kata Akane jengkel. Ia berjalan menuju tangga ke kamarnya.
            “Baiklah. Sudah kau minum obatmu?”
            “Iya. Aku sudah meminumnya. Hah... Rasanya aku sudah tak sabar lagi berangkat sekolah.” Kata Akane sambil tersenyum simpul.
            “Kenapa? Mau membaca wajah temanmu itu lagi?”
            “Tidak! Yang benar saja.”
            “Tunggu. Siapa nama temanmu itu Akane?”
            “Ichikawa.... Kalau tidak salah Satsuki Ichikawa. Begitulah kata teman-temanku yang kutanyai.”
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
            Hujan rintik-rintik mengguyur kota Tokyo malam ini. Dinginnya malam mulai merasuk ke celah-celah jendela. Hari ini pun Ibu satsuki pulang malam. Ibunya yang bekerja di salah satu kantor telekomunikasi 24 jam memang terbiasa pulang telat. Bahkan ibunya sudah merasa biasa kalau harus pulang telat setiap hari dan meninggalkan kedua anaknya dirumah. Ia merasa satsuki sudah dewasa dan bisa menjaga adiknya perempuannya. Selain itu ia juga lebih leluasa kalau tak bertemu suaminya.
            Sedangkan ayah Satsuki? Ah, tak usah dipikirkan. Kerjanya Cuma mabuk-mabukan. Pulang ke rumahpun jarang. Kalaupun pulang, kerjanya hanya meminta uang dan membentak-bentak ibunya. Lelaki seperti itu lebih baik tak usah pulang saja.
            Satsuki memandangi jendela yang penuh dengan titik-titik air hujan. Ia mendekapa tangannya dan menekuk lututnya di kursi ruang tamu. Terdengar suara tapak kaki menuruni tangga. Satsuki memandang adiknya sejenak tapi Hazuki sama sekali tak mau peduli. Ia terus berjalan dan mengambil air minum dibawah. Setelah selesai meneguk semua minumannya, ia kembali naik ke kamarnya tanpa sepatah katapun terucap.
            Satsuki menunduk lagi. Ia bosan dengan keadaan rumahnya yang memuakkan. Ayahnya yang pemabuk, ibunya yang gila kerja, adiknya pendiam dan dirinya? Apa yang bisa ia lakukan untuk merubah keadaan keluarganya? Ia sendiri juga muak dengan dirinya. Muak dengan dirinya yang hanya bisa diam sajadan takut mengutarakan semuanya. Satsuki menundukkan kepala, tertunduk lemas dalam kesendirian.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog