Sabtu, 26 Maret 2011

Bab 1 Chapter 2

Ia tahu bukanlah pemecahan masalah yang baik untuk menyekolahkan Akane. Seharusnya ia banyak istirahat dan tidur di rumah saja tapi apa boleh buat, ia tak ingin masa remaja Akane terbuang begitu saja, tapi….
            Anakmu terkena penyakit Leukemia. Kemungkinan besar, jika penyakitnya terus berkembang, umurnya bahkan tak kan lebih dari 3 bulan lagi. Bersabalah.
            Ayah apakah aku akan mati? Ayah apakah aku akan mati seperti ibu? Aku tak mau Ayah.....
            Hal terakhir yang kan ku katakan padamu suamiku, kumohon jagalah Akane baik-baik. Aku tak ingin ia mengalami apa yang aku alami ini.....
            “Ma`afkan aku Nami. Aku tidak bisa melaksanakan kata-kata terakhirmu tapi aku akan berusaha menjaganya.” Kata Jun Shirayuki pada dirinya sendiri. Tiga tahun lalu, Akane divonis menderita kanker darah. Penyakit yang kemungkinan besar menurun dari ibunya yang telah meninggal enam tahun silam karena penyakit yang sama. Saat mendengar kabar bahwa dirinya juga mengidap penyakit yang sama dengan ibunya, Akane shock. Ia tidak diperbolehkan sekolah, tidak boleh berfikir terlalu keras dan harus menjaga kondisi tubuhnya. Seluruh hidupnya terkekang begitu saja. Jun yang merasa anaknya shock mengetahui kabar itu, mengajaknya pergi ke Jerman untuk menemui dokter kenalannya dan tinggal disana untuk sementara. Ia akan lakukan apapun demi anak semata wayangnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
            Akane duduk gusar, ia bahkan tak pernah berfikir akan bersekolah di sekolahan umum sekali lagi setelah sempat terputus saat sekolah dasar. IA meremas-remas roknya, dudukpun ia tak nyaman. IA bingung harus mengatakan apa di depan teman-teman barunya. Ia takut kalu salah tingkah atau berkata tak jelas karena gugup.
            “Nona jangan takut, sekolah bukan tempat yang menyeramkan kok. Tidak perlu kuatir begitu. ” kata pak Eikichi yang dari tadi melihat gerak-gerik Akane dari kaca depan.
            “Benarkah? Lalu bagaimana aku bisa beradaptasi dengan mereka? Apa yang harus kulakukan? Aku nervous sekali....!”
            “Yang perlu nona lakukan hanyalah tersenyum, berlakulah sewajarnya, ramah dan tunjukkan bahwa nona bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat, nona pasti dapat teman banyak.”
            “Sesederhana itukah? Tapi aku tak yakin dengan “Tunjukkan kalau kau bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat.” Aku tak bisa melakukan apa-apa.”
            Pria itu tersenyum kecil dan berkata lagi, “Kita takkan tahu kalau belum dicoba kan, Nona? Anda sudah sampai saya hanya akan mengantar sampai depan kelas.”
            “Cepat sekali? Kurasa sekolah ini dekat sekali dari rumah.”
            “Benar sekali. Hanya ditempuh 15 menit saja dari rumah. Kalau sudah terbiasa, Nona bisa bersepeda dengan teman-teman. Rasanya menyenangkan sekali.” Kata pak Eikichi tulus
            “Benarkah?”
            “Tentu saja. Mari saya antar.”
            Pintu mobil ditutup. Mobil itu diparkir didepan halaman sekolah. Sekolah itu tampak sederhana dan berbeda dengan sekolah-sekolah lain yang ada di Jerman
            Akane mulai masuk ke lorong sekolah. Jantungnya berdebar. Ia sudah tak sabar ingin bertemu dengan teman-teman barunya. Lorong sekolah terasa panjang. Akane mengikuti Pak Eikichi berjalan dibelakangnya. Beberapa kelas ia lewati, tampak tenang saat pelajaran. Begini ya, suasana di sekolah itu? katanya dalam hati.
            “Pak ini Nona Akane Shirayuki yang baru saja pindah dari Jerman. Mohon Bantuannya.” Kata pak Eikichi. Akane yang berdiri di belakangnya hanya tersenyum.
            “Oh, ya.. Mari saya antar ke kelas anda.” Kata pria berkaca mata minus yang tampak tua itu pada Akane.
            “Sudah, ya. Saya hanya mengantar nona sampai sini saja. Berjuanglah Nona. Semoga berhasil…!” kata pak Eikichi menyemangati. Akane tersenyum senang.
            “Doakan aku ya, paman…!!” katanya senang.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog