Sabtu, 26 Maret 2011

Bab 1 Chapter 1

SATU

            “Akimoto Erika?”
            “Hadir”
“Hanataro Tsuji?”
            “Hadir”
            “Ichikawa Satsuki?”
            “Ichikawa Satsuki?”
            “Apakah hari ini Ichikawa masuk sekolah?”
            “Hei, anak pemabuk! Kau dengar Pak Guru sudah memanggil namamu tiga kali. Apa kau juga sedang mabuk?” kata Hondo mengejek.
            Terdengar suara gelak tawa di kelas tersebut. Mereka menertawakan Satsuki yang melamun dan tidak sadar kalau namanya telah dipanggil tiga kali oleh Pak Guru.
            “Diam kalian! Bapak hanya bertanya apakah hari ini Ichikawa masuk sekolah?” kata Pak Guru menenangkan kelas.
            “Hadir”
            Ia mengangkat tangannya berkata dengan pasrah dan kembali bertopang dagu menatap pemandangan diluar kaca sebelahnya. Disinilah ia terjebak. Duduk dibangku depannya Kusaka Hondo, anak seorang pejabat tinggi daerah. Ia terkenal dikalangan semua anak karena kaya raya. Ia sering mengejek Satsuki. Disekitarnya terdapat banyak anak buah Hondo. Ia sudah terbiasa diejek.
            Ayah Satsuki adalah penganggurandan pemabuk berat sedangkan ibunya seorang pekerja kantoran yang sering pulang malam. Semua bermula saat ayahnya datang untuk mengambil raport Satsuki. Saat nama Satsuki dipanggil karena ia juara kelas lagi, bukannya senang, ayah Satsuki malah berkata aneh-aneh karena mabuk dihadapan seluruh orangtua teman-temannya. Terpaksa guru kelasnya menyuruh ayahnya pulang. Sejak saat itulah ia sering diejek dengan sebutan anak pemabuk, anak orang gila atau apalah. Meskipun terus menerus diejek, ia sama sekali tidak tersinggung, awalnya memang sakit tapi setelah sekian lama, ia sudah tak dapat merasakan apapun. Hatinya telah sakit. Bahkan telah hancur berkeping-keping sampai-sampai kepingannya telah berubah jadi debu.
            “Bapak akan memperkenalkan anak pindahan baru dari Jerman. Silahkan perkenalkan dirimu.”
            Gadis berambut hitam sedada itu maju selangkah ke depan dengan gugup. Wajahnya tampak pucat.
            “Seperti yang Pak Guru katakana tadi, aku baru pindah dari Jerman. Sebenarnya, aku orang Jepang. Tapi saat berumur 12 tahun aku mengikuti ayahku pindah ke Jerman. Namaku Akane Shirayuki. Mohon kerja samanya.” kata gadis itu. Ia mundur lagi selangkah ke belakang.
            “Terima kasih. Kau bisa duduk di samping bangku Ichikawa untuk sementara, bangku nomor tiga dekat jendela itu. Silahkan.” kata Pak Guru sambil menunjuk ke bangku Satsuki.
            Baiklah. Terima kasih.”
            Akane berjalan perlahan, mendekati bangku Satsuki. Ia melihat Ichikawa yang sedang asyik melamun memandangi kaca dan tidak menyadari kalau ia ada didepannya.
 “Selamat pagi, boleh aku duduk disini?” katanya lembut dengan tersenyum.
Satsuki terkejut dari lamunannya, ia seperti mengenal suara ini. Mungkinkah gadis itu? Gadis yang bertemu dengannya di stasiunkah? Ia berbalik dan menatap Akane dengan teliti.
“Bolehkah aku duduk disini, Ichikawa?” 
            “Tentu saja.”

            “Terima kasih.”
            Ternyata bukan. Gadis itu bukan gadis yang ia temui di stasiun. Satsuki kembali bertopang dagu memandangi kaca lagi.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
           
                   “Aku takut Ayah, aku begitu nervous.” Katanya sambil meremas tangannya.
            “Tenanglah Akane, tidak ada yang perlu ditakutkan. Sekolah bukanlah tempat yang menyeramkan.”
            “Ta…tapi, ini pertama kalinya aku masuk sekolah lagi. Apalagi disekolahan umum. Aku tidak terbiasa untuk merasakan keadaan sekolah pada umumnya.”
            “Tidak apa-apa disan kau pasti dapat teman banyak. Tak perlu kuatir.”
            “Ta…tapi, sejak penyakit itu datang, aku…aku…” tubuh Akane gemetar, tanpa terasa air matanya jatuh mengalir. Dengan kasih sayang, Ayahnya memeluk Akane erat.
            “Sudahlah tak usah kau pikirkan. Lebih baik kau jalani hari-harimu dengan hal-hal yang bermanfaat dan menyenangkan.”
            “Hmph.... baiklah... aku akan berusaha. Mungkin aku bisa punya teman banyak.” Katanya sambil mengusap air mata dan tersenyum.
            “Ayo kita berangkat. Masuklah ke dalam mobil, tuan Eikichi akan mengantar ke sekolah. Ayah harus menemui kolega Ayah, maaf ya, Ayah tidak bisa mendampingimu ke sekolah.” Katanya sambil mengelus kepala Akane.
            “Tidak apa-apa. Aku harus lebih mandiri dan tidak bergantung Ayah lagi. Selamat tinggal, Aku pergi dulu.”
            Dengan mantap kakinya menapak jalan dan masuk ke dalam mobil yang pintunya telah dibukakan oleh pak Eikichi, sopir pribadi keluarganya. Ia membuka kaca jendela mobil dan melihat Ayahnya berdiri tegap menatapnya dari teras atas.
            “Do`akan aku, ya. Semoga hari pertamaku menyenangkan.” Teriak Akane dari dalam mobil saat mobil mulai distarter dan perlahan melaju. Ayahnya menatap dan membalasnya dengan senyuman. 
                                       ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog